Mengejar Matahari Terbenam

Saya sangat menyukai senja, terutama ketika hari cerah dan matahari perlahan tenggelam meninggalkan semburat jingga dan merah di langit. Biasanya ketika saya melakukan perjalananan, saya suka sekali berburu sunset alias matahari tenggelam. Kenapa tidak pas sunrise? Alasannya simple: saya tidak bisa bangun pagi hehehehe……Maklum, tergolong mahluk malam.
 
Sejauh ini, dengan pengalaman travel yang tidak seberapa, saya tetap menganggap bahwa senja terindah tetap di Indonesia. Entah ada apa dengan langit Indonesia hingga semburat warna yang muncul demikian beragam, tidak sekedar jingga dan merah. Mau di pantai, di jalan, atau di tengah gedung-gedung pencakar langit, tetap saja mempesona. 


  Pantai Lampu'uk Aceh
 Jl. Jend. Sudirman, Jakarta

 Biasanya, senja paling indah adalah senja di pinggir pantai. Debur ombak yang  mengiringi piringan bulat membara perlahan turun ke cakrawala, ditemani dengan hembusan angin yang perlahan semakin dingin. Kesannya romantis sekali. Makanya tak heran jika spot-spot untuk menangkap senja bermunculan di setiap daerah pantai, sebut saja Kudeta Café dan The Rock Café di Bali yang menyuguhkan pemandangan matahari tenggelam tepat di depan mata. Atau misalnya Pattaya Hill di Thailand di mana orang bisa menyaksikan pemandangan kota Pattaya lengkap dengan hamparan pantainya. Orang juga banyak berbondong-bondong naik Singapore Flyer atau Petronas Twin Tower  atau Baiyoke Sky Tower di Bangkok saat menjelang senja untuk menikmati pemandangan matahari tenggelam dari ketinggian.  

 Di depan Kudeta Cafe, Bali


Wat Arun, Bangkok

Ada pengalaman saya saat mengejar matahari terbenam ini yang –kalau kata orang Jawa- cukup miris. Lokasi saat itu adalah di Phuket. Menurut buku-buku panduan wisata dan juga hasil baca kanan kiri, katanya menonton matahari terbenam di Phuket paling afdol dilakukan di Prompteph Cape atau di beberapa sunset view point yang tersebar di sekitar Prompteph Cape. Alhasil saya dan suami dengan mengendarai motor pun menuju ke Prompteph Cape hanya dengan mengandalkan peta. Sambil sedikit nyasar, akhirnya kami sampai juga dan ternyata sudah banyak sekali orang yang menunggu sunset di sana. Entah ada berapa bis penuh turis parkir di dekat lokasi, belum lagi mobil-mobil dan juga motor-motor. Prompteph Cape berbentuk seperti tebing dengan pemandangan ke laut lepas dan karang-karang di bawahnya. Tapi sulit sekali mencari spot untuk menonton matahari karena sudah banyak orang yang berjubel di pinggiran tebing itu. Kami pun memutuskan untuk turun ke bawah menuju arah karang-karang, lumayan off road juga perjalanannya. Syukurlah kami bisa menemukan spot yang cukup oke sebelum matahari benar-benar tenggelam. Tapi saya sedikit kecewa karena harapan saya adalah dapat menyaksikan matahari bulat besar membara kemudian langit penuh dengan warna setelah matahari tenggelam.

Prompteph Cape, Phuket
Ternyata mataharinya terlihat sangat kecil dan turun dengan sangat cepat, sayangnya lagi langit yang ditinggalkan matahari tidak menyisakan semburat warna warni seperti yang biasanya terjadi ketika sunset di Indonesia (bahkan di Jakarta si kota beton). Langit dengan cepat menjadi gelap gulita dan angin laut berhembus dingin. Perjalanan kembali ke tebing pun sedikit sulit karena kondisi sudah cukup gelap.

View Point, Phuket
Pengalaman tersebut tidak membuat kami kapok, selama dua senja berikutnya kami sengaja mengunjungi beberapa viewpoint dan juga nongkrong tepat di pinggir pantai untuk me nyaksikan matahari tenggelam di Phuket yang katanya saingan dari Bali itu. Hasilnya sama saja ternyata, mataharinya begitu kecil dan tidak meninggalkan terlalu banyak warna. Memang masih lebih cantik negeri sendiri ya hehehehe.
Pantai Maumere, NTT
Sayangnya tidak semua senja yang pernah saya saksikan tertangkap oleh kamera. Hanya sebagian kecil saja yang sempat saya abadikan, baik dengan kamera betulan (baca: kamera digital) atau hanya sekedar kamera dari handphone. Mudah-mudahan semakin banyak senja yang bisa tertangkap di kemudian hari.

 Jalan antara Karang Asem dan Denpasar, Bali
0 Responses